
Pandangan Puan Maharani Mengenai Transisi Energi dan Teknologi AI
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyampaikan pandangannya mengenai transisi energi dan tata kelola teknologi artificial intelligence (AI) dalam salah satu sesi 11th MIKTA Speakers' Consultation 2025 di Seoul, Korea Selatan. Acara ini menjadi momen penting untuk mendiskusikan isu-isu global yang relevan dengan kebijakan internasional.
MIKTA adalah konsorsium negara-negara middle power yang terdiri dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Dalam kesempatan tersebut, Puan menekankan bahwa AI merupakan teknologi strategis yang memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan. Namun, ia juga menyadari bahwa penggunaan AI memerlukan konsumsi energi yang tinggi, sehingga perlu dikelola secara bijak.
Puan menjelaskan bahwa AI dapat berkontribusi langsung pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Ia menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam tata kelola AI yang inklusif, berpusat pada manusia, dan adil bagi negara-negara berkembang. Menurutnya, parlemen memiliki peran kunci dalam menentukan arah transisi yang adil dan inklusif.
Peran Parlemen dalam Transisi Energi yang Adil
Puan menegaskan bahwa parlemen harus mengesahkan peraturan yang mendefinisikan jalur energi jangka panjang, memberikan kepastian hukum bagi investasi energi terbarukan, serta melindungi pekerja dan masyarakat terdampak. Ia menyoroti bahwa transisi energi tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial dan politik. Jika tidak dikelola dengan baik, transisi ini akan memperdalam ketimpangan di dalam dan antarnegara.
Ia mencontohkan bahwa penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara dapat menyebabkan kehilangan pekerjaan, sementara pergeseran industri bisa membuat ekonomi lokal menderita. Puan juga menekankan bahwa jika transisi energi tidak dikelola dengan cermat, akan memunculkan ketegangan sosial dan ketidakadilan.
Pengawasan dalam Proses Transisi
Puan menekankan bahwa parlemen harus mendengarkan aspirasi masyarakat dalam proses transisi. Menurutnya, transisi yang adil tidak dapat dirancang hanya oleh kementerian dan para ahli di ibu kota, tetapi juga membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Ia menegaskan bahwa parlemen harus menganggarkan dan mengawasi secara efektif transisi yang adil karena tidak ada transisi yang kredibel tanpa biaya.
Ia juga menyoroti pentingnya akuntabilitas dalam penggunaan teknologi AI. Sebagai anggota parlemen, Puan menilai bahwa batasan harus ditetapkan terkait bagaimana data dikumpulkan dan digunakan, serta bagaimana bias dikelola agar akuntabilitas tetap berada di tangan manusia yang terpilih.
Keadilan dalam Transisi Energi Hijau
Puan menambahkan bahwa guncangan iklim sudah terjadi, sistem energi sudah berada di bawah tekanan, dan AI telah membentuk ekonomi masyarakat secara langsung. Jika parlemen tidak memimpin sekarang, transisi akan tetap terjadi, tetapi tidak akan adil. Ia menekankan bahwa transisi menuju energi yang lebih bersih harus memberikan keadilan, ketahanan, dan martabat.
Ia juga menyarankan agar AI dikelola dengan cara yang memberdayakan masyarakat dan manfaatnya dibagi, bukan dipusatkan. Indonesia berharap dapat terlibat secara konstruktif dengan semua mitra MIKTA untuk menerjemahkan prinsip-prinsip bersama menjadi tindakan nyata.
Penguatan Dialog Parlemen MIKTA
Di sela-sela acara, Puan bersama Ketua Parlemen Australia mengikuti jamuan makan siang dari Ketua Majelis Nasional Republik Korea, Woo Won-shik yang memegang keketuaan parlemen MIKTA 2025. Pada kesempatan tersebut, Puan mengajak parlemen MIKTA memperkuat dialog agar MIKTA tetap menjadi jembatan kerja sama yang mendorong perdamaian, kesejahteraan, dan kemajuan bersama.
Ia menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan parlemen Korsel dan berharap persahabatan Indonesia-Korsel serta dengan seluruh anggota MIKTA bisa terbangun tidak hanya di dalam konferensi. Puan menilai bahwa persahabatan antarparlemen tidak hanya dibangun di ruang konferensi, tetapi juga melalui momen-momen bersama seperti ini.
Kesimpulan
Dengan demikian, Puan menekankan bahwa kepemimpinan parlemen yang inklusif adalah kunci dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau, cerah, adil, dan manusiawi. Ia berharap bahwa prinsip-prinsip bersama dapat diwujudkan dalam tindakan nyata, terutama dalam konteks transisi energi dan pengelolaan teknologi AI.