Kasus Dugaan Malpraktik Dokter Spesialis Anak: Menuju Pengadilan
Nama dr. Ratna Setia Asih, Sp.A, M.Kes, seorang dokter spesialis anak yang bertugas di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, Bangka Belitung, kini menjadi sorotan publik. Kasus dugaan malpraktik yang menyeretnya telah memasuki babak baru setelah dilimpahkan dari kepolisian ke Kejaksaan, dengan agenda dibawa ke persidangan di pengadilan. Kasus ini bermula dari laporan keluarga mendiang Aldo (10), seorang bocah yang meninggal dunia pada akhir tahun lalu.
Perjalanan kasus ini telah berlangsung hampir satu tahun sejak laporan pertama dibuat. Selama kurun waktu tersebut, dr. Ratna telah menempuh berbagai upaya hukum. Ia pernah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi, namun gugatan tersebut ditolak. Selain itu, ia juga mengajukan upaya Praperadilan yang saat ini masih dalam proses. Pihak dr. Ratna juga sempat berupaya menempuh jalur damai melalui mekanisme restorative justice, namun sayangnya upaya tersebut tidak mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak.

Profil dr. Ratna Setia Asih: Dokter Spesialis Anak dan ASN
dr. Ratna Setia Asih, Sp.A, M.Kes, adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengabdikan diri sebagai dokter spesialis anak di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang. Ia tidak hanya bertugas di rumah sakit pemerintah, tetapi juga menjalankan praktik pengobatan anak di beberapa fasilitas kesehatan lainnya.
Berdasarkan surat penetapan tersangka, dr. Ratna lahir di Pangkalpinang pada 16 Oktober 1980. Ia meraih gelar Dokter Spesialis Anak (Sp.A) dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Sumatera Selatan, serta gelar M.Kes. Ia juga merupakan anggota aktif dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Salah satu bidang keahlian yang menjadi fokus dokter spesialis anak adalah Neonatologi, cabang ilmu kedokteran yang menangani perawatan bayi baru lahir, terutama yang lahir prematur, sakit, atau memiliki kondisi medis khusus. Dokter spesialis neonatologi, atau neonatologis, adalah dokter anak yang terlatih khusus untuk menangani bayi baru lahir yang membutuhkan perawatan intensif di Unit Perawatan Intensif Neonatal (NICU).
Dalam struktur RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang, dr. Ratna menjabat sebagai Kepala Instalasi Rawat Inap. Ia juga tercatat pernah menjalankan praktik sebagai dokter anak di RSUD Bangka Selatan serta di beberapa apotek di Pangkalpinang.
Dukungan dari Organisasi Profesi
Menanggapi kasus yang menimpa dr. Ratna, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Bangka Belitung menyatakan dukungannya. Puluhan dokter umum dan spesialis berkumpul untuk menunjukkan solidaritas profesi dan memberikan dukungan moral kepada sejawat mereka. Ketua IDI Bangka Belitung, dr. Arinal Pahlewi, Sp.D.V, menyatakan bahwa IDI akan memberikan kontribusi sesuai dengan porsinya masing-masing, termasuk kemungkinan penunjukan penasihat hukum yang tepat.
IDI Bangka Belitung juga mengapresiasi kebijakan Kejaksaan Negeri Pangkalpinang yang menangguhkan penahanan terhadap dr. Ratna, dengan pertimbangan bahwa keberadaannya sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan anak di daerah tersebut. Mereka menekankan pentingnya proses hukum yang berjalan dengan mengedepankan asas keadilan dan proporsionalitas. IDI juga menyerukan agar semua pihak menghindari perdebatan yang tidak produktif dan fokus pada kelancaran proses hukum yang objektif dan efektif.

IDI Bangka Belitung juga menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga almarhum Aldo. Mereka berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bersama mengenai pentingnya komunikasi, pemahaman risiko medis, dan penghargaan terhadap profesi kesehatan.
Kronologi Kasus: Dari Laporan Hingga Penetapan Tersangka
Kasus dugaan malpraktik ini bermula dari laporan yang dibuat oleh keluarga mendiang Aldo Ramdani (10) ke Polda Bangka Belitung pada 12 Desember 2024. Bocah tersebut meninggal dunia saat menjalani perawatan medis di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang. Kematian Aldo memicu perhatian luas publik terhadap layanan kesehatan di rumah sakit daerah.
Setelah melalui proses penyelidikan dan pemeriksaan yang panjang, dr. Ratna Setia Asih ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Juni 2025, setelah penyidik menemukan alat bukti yang cukup. Penetapan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 440 ayat 1 atau Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Menanggapi penetapan tersangka, dr. Ratna angkat bicara dalam sebuah konferensi pers didampingi penasihat hukumnya. Ia menjelaskan bahwa sejak awal pelaporan, ia telah menjalani pemeriksaan oleh penyidik. Pihak manajemen RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang juga telah mendampinginya dengan menyediakan penasihat hukum.
dr. Ratna menegaskan bahwa tim medis RSUD Depati Hamzah, termasuk dirinya sebagai dokter spesialis anak dan dokter spesialis jantung, telah melakukan tata laksana pengobatan sesuai dengan keilmuan dan kompetensi yang dimiliki, serta memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada. Ia menambahkan bahwa hidup dan mati sepenuhnya berada di tangan Tuhan, dan sebagai dokter, mereka hanya berupaya memberikan yang terbaik.
Ia kemudian merinci kronologi penanganan pasien Aldo saat tiba di rumah sakit. Pasien datang dengan kondisi lemas, muntah-muntah, dan riwayat kebiruan pada mulut dan kaki. Setelah diberikan penanganan awal, tim medis mencurigai adanya kelainan jantung berdasarkan pemeriksaan rekam jantung. dr. Ratna kemudian menginstruksikan tim medis jaga untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis jantung mengenai penanganan lebih lanjut.
Perspektif Keluarga Mendiang Aldo: Menuntut Keadilan
Yanto, ayah dari almarhum Aldo Ramdhani, menyampaikan harapannya agar penetapan tersangka ini menjadi awal dari terungkapnya keadilan bagi putranya. Ia menyatakan bahwa keluarga telah berjuang selama kurang lebih delapan bulan untuk mencari keadilan dan berharap agar kejadian serupa tidak terulang pada anak-anak lain. Yanto juga menyatakan kesiapan keluarganya untuk melakukan otopsi terhadap jenazah putranya jika memang diperlukan sebagai alat bukti.
Babak Baru: Kasus Dilimpahkan ke Kejaksaan dan Menuju Pengadilan
Kasus ini kini telah memasuki tahap baru dengan pelimpahan berkas perkara, tersangka, dan barang bukti dari Polda Bangka Belitung ke Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. Penyerahan ini merupakan tindak lanjut setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
dr. Ratna Setia Asih, yang mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye, digiring keluar dari gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Bangka Belitung untuk dibawa ke Kejaksaan Tinggi. Pelimpahan ini menandai berakhirnya proses di kepolisian dan dimulainya perjuangan di meja hijau.
Tersangka dr. Ratna, melalui penasihat hukumnya, Hangga Ofandany SH, telah mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Pangkalpinang terkait proses hukum yang sedang berjalan. Praperadilan bertujuan untuk menguji sah atau tidaknya tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
Pihak dr. Ratna juga mengkonfirmasi bahwa upaya restorative justice sempat dilakukan, namun tidak mencapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
Tidak Dilakukan Penahanan
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Pangkalpinang, Anjasra Karya, membenarkan penerimaan pelimpahan tahap II atas tersangka dr. Ratna Setia Asih. Ia juga mengkonfirmasi bahwa tersangka tidak dilakukan penahanan, baik saat proses di Polda maupun di Kejaksaan. Permohonan untuk tidak dilakukan penahanan diajukan dengan alasan bahwa dr. Ratna masih sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan anak sebagai dokter spesialis di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang.
Langkah selanjutnya adalah penyusunan dakwaan oleh Kejari Pangkalpinang, yang kemudian akan diusulkan ke Pengadilan Negeri Pangkalpinang untuk disidangkan.
Wawancara Eksklusif dengan Ayah Mendiang Aldo: Jeritan Terakhir
Dalam sebuah program wawancara eksklusif, Yanto, ayah dari almarhum Aldo, menceritakan kembali kronologi kejadian yang merenggut nyawa putranya. Ia mengaku awalnya menganggap demam Aldo sebagai penyakit biasa. Setelah dibawa ke beberapa dokter praktik tanpa hasil yang memuaskan, ia memutuskan membawa Aldo ke RSUD Depati Hamzah.
Di rumah sakit, Aldo menjalani serangkaian tes dan penanganan medis. Yanto mengungkapkan kekhawatirannya ketika anaknya diberikan obat untuk memacu detak jantung yang dinilai lambat. Ia juga sempat mendengar putranya mengatakan merasa disakiti oleh dokter di malam hari.

Kondisi Aldo memburuk hingga akhirnya dipindahkan ke ruang PICU. Yanto menceritakan momen ketika putranya tiba-tiba bisa duduk dan berteriak kesakitan sebelum akhirnya dikabarkan meninggal dunia. Kejadian ini meninggalkan luka mendalam bagi keluarga. Yanto berharap agar kasus ini diusut dengan tuntas dan adil, serta menjadi pelajaran agar tidak ada lagi korban serupa di masa mendatang. Ia juga menyampaikan permohonan keadilan kepada pihak berwenang, mulai dari Kapolda, Kapolri, hingga Presiden Republik Indonesia.