
Fakta Singkat tentang Budi Arie dan Perubahan Strategi Politiknya
Budi Arie, ketua umum Projo, dilaporkan ingin mengganti logo Projo dengan menghilangkan wajah Jokowi. Ia juga menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Partai Gerindra. Namun, beberapa DPC Gerindra di berbagai daerah menolak rencana tersebut. Selain itu, PSI yang sebelumnya tidak memiliki niat untuk menjadi pelabuhan politik Budi Arie, juga menutup pintu bagi dirinya. Pengamat politik Adi Prayitno menilai bahwa Budi Arie sedang menerima karma dari manuver politiknya yang dinilai tidak ramah.
Penolakan dari Berbagai DPC Gerindra
Pada momen Kongres III Projo, Budi Arie menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan Partai Gerindra. Ia meminta izin kepada seluruh anggota Projo agar bisa bergabung ke partai tersebut. Namun, penolakan terhadap Budi Arie datang dari berbagai DPC Gerindra. Contohnya, DPC Gerindra Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara (Sumut), menolak Budi karena berbagai pertimbangan. Mereka melihat tindakan Budi Arie sebagai langkah pragmatis untuk melindungi diri dari potensi jeratan hukum terkait kasus di Kominfo.
Selain itu, DPC Gerindra Kota Makassar dengan tegas menyatakan penolakan terhadap rencana bergabungnya Budi Arie. Penolakan ini dipicu oleh kekhawatiran akan terganggunya konsistensi arah perjuangan dan keharmonisan internal partai. Ketua DPC Gerindra Kota Makassar, Eric Horas, menegaskan bahwa menjadi bagian dari Gerindra membutuhkan komitmen yang jauh melampaui latar belakang dukungan terhadap figur tertentu di masa lalu.
PSI Menutup Pintu Bagi Budi Arie
Di tengah penolakan pimpinan cabang Gerindra, PSI juga seolah menolak dengan menutup pintu untuk Budi Arie. Ketua Harian PSI, Ahmad Ali, menyatakan secara tegas bahwa partai gajah tidak pernah mengajak Budi Arie untuk bergabung. PSI adalah partai yang begitu mengagungkan Jokowi sebagai figur panutan. Bahkan partai yang memperoleh 2,81 persen dari suara nasional pada Pileg 2024 itu menganut Jokowisme sebagai landasan ideologinya.
Karma Politik Budi Arie
Pengamat politik Adi Prayitno menilai Budi Arie yang memiliki basis politik kelompok relawan Projo sedang mentok. Penolakan Gerindra dan PSI menjadi bukti Budi Arie tak menarik secara elektoral. Ia menyimpulkan bahwa Projo tak terlalu penting di kancah perpolitikan nasional. Jumlah massa hingga ketokohan seorang Budi Arie tak laku bagi sejumlah partai.
Adi juga memandang ada karma atau hukum sebab akibat yang diterima Budi Arie ketika ditolak Gerindra dan PSI. Sejak Projo didirikan dan dipimpin Budi Arie 11 tahun silam, Adi menilai manuver politiknya tak ramah. Ia menilai Budi Arie dengan Projonya telah durhaka. Ia pun menerima karma penolakan dari Gerindra dan PSI.
Tindakan Budi Arie yang Dianggap Durhaka
Budi Arie dan Projo awalnya dekat dengan PDIP, memberi dukungan maksimal kepada Jokowi yang menjadi capres untuk periode pertamanya. Namun, pada 2014 ia keluar dan fokus memimpin Projo. Pada 2019, Projo masih akur dengan PDIP dan sama-sama mengusung Jokowi di Pilpres. Seiring retaknya hubungan Jokowi dengan PDIP, Projo pun bersikap. Kelompok relawan itu memilih setia dengan Jokowi dan perlahan meninggalkan PDIP.
Kini, saat Jokowi tak lagi memiliki jabatan, Projo meninggalkan. Budi Arie pun mencanangkan hendak bergabung ke Gerindra, partai besutan Presiden Prabowo Subianto, dan membawa gerbong Projo. Adi menilai Budi Arie dengan Projonya telah durhaka. Ia pun menerima karma penolakan dari Gerindra dan PSI.