
Permasalahan Ijazah Joko Widodo dan Reaksi Terhadapnya
Pakar Hukum Tata Negara, Prof Denny Indrayana menyampaikan kritik terhadap sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menghadapi dugaan ijazah palsu yang menimpa dirinya. Dalam perbandingannya dengan Hakim Konstitusi Arsul Sani, ia menilai bahwa Arsul Sani telah menjawab tudingan tersebut dengan jelas dan transparan.
Arsul Sani, yang dianggap terlibat dalam isu ijazah palsu, segera memberikan klarifikasi dengan menunjukkan ijazah doktornya dari Collegium Humanum Warsaw Management University. Ia bahkan menunjukkan bukti saat dirinya diwisuda oleh kampus tersebut. Selain itu, Arsul Sani tidak melaporkan pihak-pihak yang menuduhnya memiliki ijazah palsu ke polisi.
Dalam perbandingan ini, Denny Indrayana menyoroti sikap Jokowi yang terus berdalih tanpa menunjukkan ijazah aslinya. Bahkan, Jokowi memilih untuk mempidanakan Roy Suryo dan pihak lain yang mengajukan tuntutan hukum terkait ijazahnya.
Kritik terhadap Universitas Gajah Mada (UGM)
Di sisi lain, Denny Indrayana juga menyindir pihak Universitas Gajah Mada (UGM) yang tidak mampu menunjukkan salinan ijazah asli Jokowi saat dihadirkan dalam persidangan Komisi Informasi Pusat (KIP) RI. Sidang tersebut menunjukkan ketidakmampuan UGM dalam memberikan salinan berkas yang diminta, sehingga memunculkan keraguan terkait kepemilikan dokumen tersebut.
Selain itu, KPU Surakarta juga menjadi sorotan karena melakukan pemusnahan arsip pencalonan Jokowi yang dianggap masih berpotensi disengketakan. Denny mengkritik tindakan tersebut karena tidak bisa menunjukkan Berita Acara pemusnahannya, membuat keaslian ijazah Jokowi semakin misterius.
Penilaian terhadap Jokowi
Menurut Denny, permasalahan ini berlarut-larut karena Jokowi dianggap enggan menunjukkan ijazah aslinya. Ia menegaskan bahwa hanya Jokowi yang dapat menjawab pertanyaan ini. Denny menilai bahwa Hakim Konstitusi Arsul Sani telah menunjukkan kadar kenegarawanannya, sedangkan Jokowi justru menunjukkan watak aslinya yang cawe-cawe merusak konstitusi dan demokrasi.
Negarawan, menurut Denny, meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan apapun. Namun, Jokowi dinilai menggantungkan nasib hampir 300 juta rakyat Indonesia ke pundak anaknya, Wapres Gibran Rakabuming Raka, yang memiliki masalah etikabilitas dan intelektualitas.
Perspektif Rocky Gerung
Pengamat politik dan akademisi Rocky Gerung menilai kasus isu ijazah Jokowi memasuki fase baru setelah delapan orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Roy Suryo Cs. Menurut Rocky, langkah hukum ini bisa membuka ruang lebih luas untuk menelusuri ulang berbagai persoalan politik era Jokowi.
Ia menilai persidangan bisa menjadi "panggung besar" untuk menguji ulang berbagai tudingan publik selama ini terhadap kekuasaan Jokowi. Rocky juga menyatakan bahwa persidangan akan mempertemukan saksi ahli yang akan menilai konsistensi ucapan Jokowi, termasuk gaya komunikasi politiknya.
“Kecurigaan terhadap ijazah Jokowi itu inline dengan kebiasaan Jokowi berbohong. Jadi dia mesti diperiksa psikologinya,” kata Rocky. Ia menambahkan bahwa sifat dan karakter Jokowi akan diuji dalam sidang, khususnya sikapnya yang sering menyampaikan ucapan A tapi maksudnya B.
Keuntungan bagi Presiden Prabowo
Rocky melihat proses hukum ini justru dapat menguntungkan Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, ketika kasus telah resmi masuk ke ranah penyidikan, Prabowo dapat menjaga jarak politik dan terhindar dari tudingan melindungi Jokowi.
Ia menyebut situasi ini sebagai “blessing in disguise” bagi Prabowo, karena pengadilan memberi ruang bagi presiden baru untuk menegaskan komitmen pada proses hukum tanpa perlu terlibat dalam kontroversi masa lalu.
Isu Moral dan Kepentingan Publik
Rocky menilai bahwa isu ijazah Jokowi bukan lagi semata-mata soal gugatan hukum, tetapi menyangkut hak publik yang tak pernah terjawab selama bertahun-tahun. Ia menyebut bahwa dokumen tersebut secara moral turut menjadi domain publik karena Jokowi masih menjabat sebagai kepala negara.
“Gugatan terhadap ijazah Jokowi muncul karena dia ada dalam jabatan publik. Maka ijazah itu bukan lagi milik privat, tapi milik publik,” ujar Rocky.
Pengadilan sebagai Ruang Terbuka
Rocky berpendapat bahwa polemik ijazah Jokowi telah berkelindan dengan berbagai isu lainnya, termasuk tudingan terhadap ijazah putranya, Gibran Rakabuming Raka. Ia menyebut dinamika ini memicu keadaan psikologis baru bagi keluarga Jokowi.
“Setelah kasus ini beredar dan berkelindan dengan kasusnya Gibran… dia (Jokowi) mulai panik,” ucap Rocky. Ia menilai persidangan dapat menjadi ruang terbuka bagi publik untuk mengulas kembali berbagai kebijakan besar pemerintahan Jokowi, seperti proyek kereta cepat, Ibu Kota Nusantara (IKN), hingga konsistensi pernyataan pemerintah selama 10 tahun terakhir.
Perspektif Teuku Nasrullah
Sebelumnya, pakar hukum pidana Teuku Nasrullah menyatakan bahwa tudingan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo atau Jokowi adalah palsu, tidak bisa dijerat dengan pasal pidana pencemaran nama baik yakni Pasal 310 KUHP. Ia memiliki alasan khusus atas pendapatnya tersebut, yang diungkapkan dalam acara di channel YouTube Indonesia Lawyers Club.
Menurutnya, pada pasal 310 KUHP ayat 4 dan juga diadopsi oleh Undang-Undang IT pasal 27, menyatakan tidak merupakan pencemaran nama baik atau pencemaran tertulis jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
[NAMA GAMBAR-0]
[NAMA GAMBAR-1]