Menanti Riset Doktor Azhar Arsyad tentang Hak Angket DPRD Sulsel 2019

Erlita Irmania
0

Profil Azhar Arsyad dan Penelitian tentang Hak Angket DPRD Sulsel

Azhar Arsyad SH MH, Ketua DPW PKB Sulsel, masih memperhatikan secara serius mengenai Hak Angket DPRD Sulsel. Penelitiannya tidak hanya terbatas pada tesis di Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), tetapi juga berlanjut ke program S3 UMI untuk meraih gelar doktor hukum.

“Semoga Januari 2026 sudah bisa ujian tutup,” kata Azhar Arsyad, Kamis pagi, 27 November 2025. Saat ini, Azhar Arsyad sedang memasuki tahapan akhir menjadi doktor hukum, yaitu perbaikan penelitian menuju ujian tutup. Pria kelahiran Ujungpandang, 1 September 1967, telah kuliah di Program S3 Hukum UMI sejak 2022. Ia kemudian mengikuti seminar proposal judul lalu seminar hasil pada 26 November 2025.

Azhar Arsyad telah meraih gelar magister hukum di Program Pasca Sarjana UMI pada tahun 2022. Selama masa studinya, ia juga aktif dalam berbagai organisasi seperti Ketua Cabang PMII Kodya Makassar Tahun 1993-1994, Ketua Umum IMDI Kodya Makassar Tahun 1994-1995, serta Pucuk Pimpinan Ikatan Mahasiswa DDI Tahun 1995-1997. Ia juga pernah menjabat Wakil Sekretaris KNPI Sulsel periode 1998-2001.

Penelitian tesisnya berjudul Implikasi Hak Angket DPRD sebagai Instrumen Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan (Studi Kasus Pelaksanaan Hak Angket DPRD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2019). Di sela kesibukan kuliah S3, Azhar Arsyad didaulat menjadi calon Wakil Gubernur Sulsel mendampingi Mohammad Ramdhan Pomanto pada Pilgub Sulsel 2024.

Usai mengikuti Pilgub Sulsel 2024, ia fokus menyelesaikan studi S3. Azhar Arsyad juga pernah menjabat Ketua Wilayah Gerakan Pemuda ANSOR Sulsel 2008-2012 dan Sekjen PB-DDI 2009–2014. Ia melanjutkan penelitiannya tentang Hak Angket DPRD Sulsel. Selain itu, ia juga pernah menjadi Koordinator FIK ORNOP Sulsel 2003-2006.

Disertasi yang ditulis oleh Azhar Arsyad berjudul Hakikat Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dalam Pengawasan Pemerintahan di Wilayah Hukum Sulawesi Selatan. Rektor UMI Prof Dr Hambali Thalib SH MH dan Dekan Pasca Sarjana UMI Prof Dr H La Ode Husen SH MH, serta Ketua Program Studi S3 UMI turut menguji Azhar Arsyad dalam seminar hasil di Kampus UMI, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Rabu siang, 26 November 2025.

Prof Dr Hj Mulyati Pawennai SH ΜΗ dan Prof Dr Muhammad Rinaldy Bima SH MH juga menjadi penguji. Direktur Lembaga Kajian Pengembangan Masyarakat dan Pesantren (LKPMP) 2000-2003 serta anggota Badan Konsultasi Jaringan Advokasi Rakyat Indonesia (JARI Celebes Raya) 2002-2004 itu juga hadir dalam proses evaluasi.

Di kampus itu pula, Azhar Arsyad kuliah S1 di fakultas hukum selama 6 tahun, 1986-1992. “Hak Angket DPRD Sulsel itu sangat menarik dikaji,” ujar Azhar Arsyad. Apalagi, ia termasuk “arsitek” Hak Angket DPRD Sulsel itu. Dia pernah menjabat Ketua Dewan Kehormatan DPRD Sulsel.

Hak Angket DPRD Sulsel 2019: Konteks dan Rekomendasi

Hak Angket DPRD Sulsel 2019 diarahkan terhadap pemerintahan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bersama Wakil Gubernurnya Andi Sudirman Sulaiman. Pasangan ini dikenal dengan akronim Prof Andalan. Prof mengacu ke sosok Nurdin Abdullah yang memang Guru Besar berpangkat profesor. Sedangkan Andalan mengarah ke Andi Sudirman Sulaiman.

Empat poin alasan pengajuan Hak Angket DPRD Sulsel 2019: 1. Kontroversi atas SK Wakil Gubernur terkait pelantikan 193 pejabat ASN (pegawai), yang dianggap bermasalah dari segi prosedur. 2. Dugaan manajemen PNS dilakukan secara tidak prosedural, termasuk mutasi atau penempatan pejabat tertentu, yang dituduh melanggar aturan kepegawaian — sehingga muncul tuduhan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). 3. Dugaan pelanggaran dalam pencopotan pejabat struktural tanpa prosedur sesuai perundang-undangan. 4. Penyerapan anggaran pada APBD 2019 dianggap sangat rendah, sehingga ada kekhawatiran terhadap dampak terhadap pembangunan dan pelayanan publik.

Berdasar dugaan tersebut, 64 dari 85 anggota DPRD Sulsel menyetujui usulan hak angket dalam sidang paripurna pada 24 Juni 2019. Keputusan sah dan kuorum karena memenuhi ¾ anggota DPRD Sulsel. Pansus kemudian dibentuk dengan perwakilan dari fraksi-fraksi DPRD. Jumlahnya kurang lebih 20 anggota.

Pansus diberikan kewenangan menyelidiki dugaan pelanggaran. Memanggil pejabat terkait. Meminta dokumen dan melakukan pemeriksaan.

7 Rekomendasi Pansus

Pansus angket menyimpulkan bahwa terjadi dualisme kepemimpinan antara Nurdin Abdullah (Gubernur) dan Andi Sudirman Sulaiman (Wagub) yang menimbulkan kebijakan-kebijakan yang kontroversial. Ada dugaan bahwa kebijakan dan tindakan eksekutif terkait mutasi pejabat, pelantikan 193 ASN secara massal, serta pelaksanaan APBD-2019 telah melanggar regulasi perundang-undangan (manajemen ASN, kepegawaian, dan tata kelola) — sesuai pasal-pasal yang dirujuk dalam laporan pansus.

Pansus menyerahkan hasil angket pada 23 Agustus 2019, setelah menetapkan tujuh rekomendasi utama kepada berbagai pihak: 1. Mengusulkan pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan untuk dinilai oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia 2. Meneruskan kepada aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, KPK), untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana 3. Mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pembinaan kepada Wakil Gubernur Sulawesi Selatan 4. Mengusulkan pemberhentian nama-nama terperiksa yang terbukti secara nelawan hukum melakukan perbuatan penyalahgunaan wewenang, pelanggaran prosedur dan substansi terkait kontorversi SK 193, pemberhentian jabatan pimpinan tinggi pratama yang tidak sesuai dengan prosedur dan mekanisme, manajemen ASN yang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan, terbuktinya dugaan KKN dalam penempatan jabatan tertentu di lingkung pemerintahan Sulawesi Selatan, dan terjadinya serapan anggaran yang rendah Tahun Anggaran 2019. 5. Merekomendasikan pembubaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP), dan staf khusus Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan 6. Mengembalikan jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPT) pada posisi semula yang diberhentikan tidak sesuai prosedur dan bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan 7. Meminta kepada pimpinan DPRD Provinsi Sulsel untuk menyataka pendapat DPRD tentang pemberhentian Gubernur Sulawesi Selatan.

Tamatnya Hak Angket

Akhirnya, Panitia Khusus (Pansus) Angket DPRD Sulsel tamat. Nasib Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Wakil Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman bergantung di pimpinan DPRD Sulsel.

Paripurna Penyampaian Laporan Panitia Hak Angket DPRD Sulsel hanya berlangsung kurang dari 30 menit, Jumat siang, 23 Agustus 2019. Yang lama rapat pimpinan (rapim), yang mengawali dan menentukan “isi” paripurna. Jika paripurna hanya membutuhkan waktu 20 menit, dari pukul 14.30 wita hingga pukul 14.50 wita, maka rapim menelan masa selama dua jam kurang 15 menit, dari pukul 10.45 wita hingga 12.00 wita.

Paripurna diikuti 57 anggota dewan. Tak satupun dari lima anggota Fraksi PDIP yang hadir. Dari PAN hanya diikuti 1 dari 8 anggota fraksi, dan hanya satu dari 5 anggota Fraksi PKS. Gerindra utuh, 10 anggota. Fraksi Nasdem juga kompak hadir semua, 5. Fraksi Golkar absen dua dari 18, Demokrat juga absen dua dari 10, PPP hanya lima dari tujuh, dan Hanura empat dari enam.

Ketua DPRD Sulsel M Roem Muin mengetuk palu tanda dimulainya sidang paripurna lalu meminta Ketua Pansus Angket A Kadir Halid membacakan laporan. “Berdasarkan kesimpulan diatas panitia angket DPRD Sulawesi Selatan merekomendasikan kepada pimpinan DPRD Sulawesi Selatan untuk ditindaklanjuti kepada pihak-pihak yang terkait yang dianggap perlu dan berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku diantaranya Mahkamah Agung, aparat penegak hukum dan Menteri Dalam Negeri,” jelas Kadir.

"Saya kira ada tujuh poin tapi tidak perlu saya sampaikan satu per satu,” ujar laporannya dalam rapat paripurna tersebut. Usai dibaca, Kadir langsung menyerahkan rekomendasi, dokumen laporan berita acara pemeriksaan, serta bukti-bukti hasil persidangan angket dan klipping koran setebal 86 halaman ke pimpinan. Aneka “seserahan” dan dokumen itu digeletakkan di atas meja khusus yang disiapkan di depan meja pimpinan.

Simpang siur mengiringi paripurna sejenak itu. Dipicu beredarnya foto rekomendasi tunggal yang disebut hasil paripurna di media sosial. Banyak yang menyebut, rekomendasi tunggal ini menganulir 7 poin rekomendasi panitia khusus yang disepakati pada Jumat (16/8/2019) dini hari.

Ketua Pansus Angket DPRD Sulsel A Kadir Halid menegaskan, 7 poin rekomendasi pansus masih utuh dan akan dikirim selengkap-lengkapnya ke Mahkamah Agung (MA) serta lembaga lainnya oleh pimpinan DPRD, sesuai amanat paripurna. “Jadi tujuh poin rekomendasi pansus itu tetap utuh tapi dilebur dalam satu rekomendasi paripurna. Jadi rekomendasi tunggal itu adalah saripati dari 7 rekomendasi pansus,” kata anggota Pansus Angket DPRD Sulsel, Wahyuddin AB Kessa, di Tribun.

Wahyuddin ke Tribun setelah mengikuti paripurna. “Saya tinggalkan tadi DPRD saat dua massa pro-kontra masih berhadap-hadapan di halaman,” ujar Wahyuddin AB Kessa.

Jalan Tengah

Menurut Wahyuddin AB Kessa, dalam rapat pimpinan disepakati “memeras” tujuh poin itu menjadi satu. Fraksi PDIP, PKS, dan PAN ngotot menolak tujuh rekomendasi pansus. “Bagaimana kalau 7 rekomendasi pansus ini kita padatkan menjadi satu,” ujar Wakil Ketua DPRD Sulsel, Ni’matullah Erbe, saat rapim semakin memanas. “Saya setuju usulan pimpinan itu, kita padatkan jadi satu,” ujar Wakil Ketua Pansus Angket, Selle KS Dalle. Pernyataan Selle diikuti Kadir dan Sekretaris Pansus Arum Spink.

Hasil pemadatan, “pemerasan”, dan atau saripati tujuh rekomendasi pansus menjadi “Menyampaikan laporan ini tentang kesimpulan dan temuan-temuan dari panitia angket ke pimpinan DPRD Sulsel untuk ditindaklanjuti kepada pihak-pihak terkait yang dianggap perlu dan berwenang, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Roem memastikan tujuh rekomendasi pansus akan aman hingga ke MA. "Secara konstitusi rekomendasi yang sah adalah hasil yang disepakati dalam sidang paripurna. Di luar itu adalah dokumen abal abal," kata Direktur Komite Pemantau Legislatif Indonesia (Kopel) Syamsuddin Alimsyah. Kopel adalah pemantau resmi Sidang Angket DPRD Sulsel.

Demikianla! Hak Angket DPRD Sulsel 2019 berujung pada temuan formal tentang dugaan pelanggaran hukum dan tata kelola, plus rekomendasi kepada lembaga hukum dan pemerintahan agar menindaklanjuti. Nyaris tak terdengar lagi tindak lanjutnya. Hingga pada suatu pagi, jagad Sulsel dihebohkan oleh penangkapan Nurdin Abdullah melalui Operasi Tangkap Tangan KPK pada 27 Februari 2021.

Nurdin Abdullah akhirnya diberhentikan menjadi Gubernur Sulsel. Andi Sudirman Sulaiman Presiden Joko Widodo melantik Andi Sudirman Sulaiman sebagai Gubernur Sulsel pada 10 Maret 2022. Usianya 38 tahun saat dilantik menjadikan Andi Sudirman Sulaiman gubernur termuda di Indonesia. Sebelum resmi menjadi gubernur periode pertama, Andi Sudirman Sulaiman menjadi pelaksana gubernur.

Pada Pilgub Sulsel 2024, Andi Sudirman Sulaiman terpilih menjadi Gubernur bersama Wakil Gubernur Sulsel Fatmawati Rusdi.

Tak ada perdebatan bahwa Nurdin Abdullah ditangkap KPK karena Hak Angket DPRD Sulsel. Menarik menanti penelitian Azhar Arsyad di S3 Hukum UMI. Apakah Sang Promovendus bisa menemukan novelty keterkaitan OTT KPK pada Nurdin Abdullah 2021 dengan Hak Angkat DPRD Sulsel 2019. Pun ketersambungan Hak Angket DPRD Sulsel dengan naiknya Andi Sudirman Sulaiman menjadi Gubernur Sulsel 2022. Mengingat novelty adalah unsur kebaruan atau kontribusi unik dalam penelitian. Bisa berupa penemuan baru, pendekatan baru, kombinasi konsep yang berbeda, atau solusi baru untuk masalah yang sudah ada. (*)

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default