
Pengalaman Awal Fitrah di Ruang UGD
Fitrah, seorang jurnalis muda yang sedang menjalani magang di sebuah media, awalnya hanya menganggap kisah kakek di ruang UGD sebagai pengalaman sederhana. Namun, semakin hari, kepekaan hukum dan kemampuan jurnalistiknya terus berkembang. Bos Top, redaktur dengan wajah datar, mulai memberikan tugas-tugas yang lebih menantang. Tidak seperti biasanya, ia tampak kagum dengan pendekatan unik Fitrah dalam meliput berita.
Suatu malam, setelah meliput festival layang-layang—tugas yang dianggap absurd oleh Bos Top—Fitrah mendapat panggilan dari bosnya. Ia diminta segera ke UGD RS Pusat Kota karena adanya kasus keracunan massal yang diduga berasal dari katering acara wali kota. Dengan adrenalin yang memuncak, Fitrah langsung menuju lokasi kejadian.
Kacau di UGD RS Pusat Kota
Saat tiba di UGD, suasana sangat kacau. Pasien-pasien membanjiri koridor, menciptakan kesan seperti parkiran motor saat lebaran. Aroma muntah dan disinfektan menyengat, membuat Fitrah merasa tidak nyaman. Media lain sudah berkerumun di lobi, berebut informasi resmi dari pihak rumah sakit yang tampak menghindar. Fitrah tahu bahwa jika ia ikut berkerumun, ia hanya akan mendapatkan informasi yang basi dan tidak berguna.
Alih-alih bergabung dengan kerumunan, Fitrah memilih untuk mencari informasi yang lebih eksklusif. Dia menyelinap ke area yang lebih tenang, dekat ruang tunggu keluarga. Di sana, dia melihat seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi tapi kusut, mondar-mandir sambil sesekali mengacak rambutnya yang mulai memutih. Wajahnya pucat pasi, bukan karena sakit, tetapi karena panik.
Interaksi dengan Pak Bima
Fitrah mendekati pria itu dengan langkah santai namun pasti. "Permisi, Bapak terlihat cemas. Apakah ada keluarga yang menjadi korban? Mungkin saya bisa bantu?" tanyanya.
Pria itu menoleh, matanya merah dan berkaca-kaca. "Iya, istri dan anak saya ada di dalam. Mereka parah sekali, Mas! Gara-gara opor ayam sialan itu!" jawabnya.
Fitrah menahan tawa geli. Dari korupsi kelas kakap jadi opor ayam? Sungguh tragis-komedi. Dia memasang wajah simpatik dan bertanya nama pria itu. "Nama saya Bima. Bima Wicaksono," jawabnya ragu-ragu.
Fitrah langsung menyadari bahwa Bima adalah pemilik PT Boga Lidah Pasrah, perusahaan katering terbesar di kota itu, yang juga pemenang tender katering untuk acara wali kota hari ini. Ini adalah jackpot!
Pengakuan tentang Keracunan
Dengan teknik interogasi ala pengacara, Fitrah mulai melancarkan pertanyaan-pertanyaan terstruktur. Dia tidak menuduh, hanya meminta fakta dan mengutip standar keamanan pangan UU No. 18 Tahun 2012. Akhirnya, Pak Bima runtuh.
"Bukan salah saya sepenuhnya, Mas," bisiknya putus asa. "Wali kota yang minta! Dia mau potong anggaran, minta bahan yang lebih murah, yang... yang sudah agak kedaluwarsa. Ceker ayam impor oplosan!"
Fitrah merasakan detak jantungnya berpacu lebih kencang daripada monitor jantung di sebelahnya. Dia baru saja mendapatkan berita eksklusif yang melibatkan korupsi tingkat tinggi dan ancaman kesehatan publik melalui bagian ayam yang paling remeh-temeh dan murah di pasaran.
Berita yang Menggemparkan
Esok paginya, Kabar Kilat menjadi satu-satunya media yang memuat berita utama menggemparkan: "Skandal Ceker Ayam Wali Kota Guncang Kota! Bukti Korupsi Bahan Pangan Terungkap di UGD." Bos Top, untuk pertama kalinya dalam sejarah redaksi, terlihat tersenyum lebar.
Namun, drama belum berakhir. Tepat saat Kabar Kilat edisi pagi didistribusikan, berita mengejutkan datang dari UGD. Pak Bima Wicaksono, sang narasumber kunci, mengalami serangan jantung mendadak di ruang tunggu. Dia kritis. Selang beberapa jam, kabar duka datang. Pak Bima meninggal dunia.
Berita itu menjadi headline susulan yang jauh lebih dramatis dan kelam: "Saksi Kunci Skandal Korupsi Wali Kota Meninggal di UGD: Keadilan Masih Misteri?"
Fitrah Nusantara resmi menjadi salah satu wartawan magang subterranean redaksi, tetapi kemenangan pertamanya terasa pahit. Dia belajar bahwa di dunia jurnalistik, kadang kala, kisah human interest bisa berubah menjadi tragedi nyata dalam sekejap mata, dan narasumber kunci bisa lenyap begitu saja, meninggalkan misteri yang lebih besar—dan ending cerita yang menggantung. (Bersambung - Aroma Kopi, Berkas Perkara, dan Hantu Ceker Ayam)