Sosok dan Jejak Kiai Miftachul Akhyar, Ulama Kharismatik Pengganti Gus Yahya di PBNU

Erlita Irmania
0

Perubahan Kepemimpinan di PBNU

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengalami perubahan besar dalam kepemimpinannya setelah Gus Yahya Cholil Staquf resmi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Umum. Posisi strategis ini kini diemban oleh Kiai Miftachul Akhyar, seorang ulama sepuh yang dikenal berwibawa, sederhana, dan memiliki rekam jejak panjang di lingkungan NU.

Kiai Miftachul Akhyar lahir di Surabaya pada 30 Juni 1953. Ia adalah putra dari ulama kharismatik KH Abdul Ghoni, pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Rangkah. Dalam keluarganya, ia merupakan anak kesembilan dari 13 bersaudara, tumbuh dalam lingkungan religius yang kuat dengan tradisi keilmuan Islam yang kental.

Sejak muda, ia menempuh pendidikan di berbagai pondok pesantren besar yang menjadi pusat pengkaderan ulama Nusantara. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Tambak Beras Jombang, Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, serta Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah. Ia juga memperdalam ilmu agama melalui majelis ta’lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki saat ulama besar tersebut masih mengajar di Malang.

Genealogi keilmuan Kiai Miftachul Akhyar diakui luas oleh banyak ulama. Penguasaannya terhadap kitab kuning dan metodologi keilmuan klasik membuatnya dihormati sebagai figur dengan otoritas keagamaan yang kuat sekaligus bijaksana.

Membangun Pesantren dari Nol

Salah satu kisah inspiratif dalam perjalanan hidupnya adalah ketika ia mendirikan Pondok Pesantren Miftachus Sunnah di kawasan Kedung Tarukan, Surabaya. Daerah ini sebelumnya dikenal sebagai wilayah yang sulit menerima dakwah dan jauh dari kehidupan religius. Dengan kesabaran, akhlak yang luhur, serta pendekatan santun, Kiai Miftachul berhasil mengubah wajah kawasan tersebut. Pengajian yang semula hanya diikuti segelintir orang, perlahan berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang disegani.

Lingkungan yang dulu dikenal “gelap” berubah menjadi kawasan religius yang sejuk dan penuh keberkahan. Kesederhanaan menjadi ciri khasnya. Ia dikenal tidak segan menyambut tamu secara langsung, menyuguhkan minuman, dan memperlakukan siapa pun dengan penuh hormat, sebuah nilai yang ia warisi langsung dari sang ayah.

Rekam Jejak di Struktur NU

Dalam organisasi Nahdlatul Ulama, perjalanan Kiai Miftachul Akhyar terbilang panjang dan konsisten. Ia pernah menjabat sejumlah posisi penting, antara lain:

  • Rais Syuriyah PCNU Surabaya (2000–2005)
  • Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur (2007–2013 dan 2013–2018)
  • Wakil Rais ‘Aam PBNU (2015–2020)
  • Pj Rais ‘Aam PBNU (2018–2020)
  • Rais ‘Aam PBNU sejak 2018 hingga kini

Jabatan Rais ‘Aam PBNU merupakan posisi tertinggi dalam struktur Syuriyah NU, yang berfungsi sebagai pemegang otoritas keagamaan dan penjaga arah ideologis organisasi.

Selain aktif di NU, Kiai Miftachul Akhyar juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2020. Ia terpilih setelah mengungguli sejumlah tokoh nasional lainnya. Namun pada 9 Maret 2022, ia memilih mundur dari jabatan tersebut demi fokus menjalankan amanah sebagai Rais ‘Aam PBNU, sekaligus untuk menghindari rangkap jabatan. Keputusan ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dan tanggung jawab moral yang kuat terhadap tugas keumatan.

Gaya Kepemimpinan dan Pandangan Dakwah

Kiai Miftachul Akhyar dikenal memiliki gaya kepemimpinan yang tenang, tidak kontroversial, dan mengedepankan kesejukan. Ia dipandang sebagai figur penyeimbang yang mampu menjaga tradisi Ahlussunnah wal Jamaah sekaligus menanggapi tantangan zaman secara arif. Dalam pandangannya, pesantren menjadi benteng utama pembentukan karakter umat. Ia menekankan pentingnya adab, akhlak, dan kearifan lokal dalam berdakwah, bukan pendekatan keras atau konfrontatif.

Harapan Baru bagi PBNU

Dengan ditunjuknya Kiai Miftachul Akhyar sebagai pengganti Gus Yahya, banyak kalangan berharap NU kembali pada stabilitas internal, penguatan tradisi keilmuan, serta fokus pada pelayanan umat melalui pendidikan, sosial, dan dakwah moderat. Sosoknya dianggap mampu meredam dinamika internal serta mengembalikan NU sebagai rumah besar yang teduh bagi seluruh warganya.

Kiai Miftachul Akhyar bukan hanya seorang pemimpin organisasi, tetapi juga representasi ulama pesantren yang hidup untuk membina umat dengan keteladanan, ilmu, dan akhlak. Di tangannya, NU diharapkan terus menjaga jati diri sebagai penjaga Islam rahmatan lil ‘alamin di Indonesia.

Perubahan Kepemimpinan di PBNU

Gus Yahya Cholil Staquf resmi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Umum PBNU. Keputusan ini diambil melalui surat edaran terbaru yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Surat tersebut menyatakan bahwa Gus Yahya tidak lagi memiliki wewenang maupun hak atas jabatan Ketua Umum PBNU terhitung mulai 26 November 2025.

Surat ini juga meminta agar PBNU segera menggelar rapat pleno untuk membahas pemberhentian dan pergantian fungsionaris dalam struktur PBNU. Selama kekosongan jabatan Ketua Umum PBNU, kepemimpinan pengurus sepenuhnya berada di tangan Rais Aam selaku pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama.

Gus Yahya menolak keputusan pencopotannya, menegaskan bahwa dirinya tidak bisa diberhentikan melalui surat edaran, kecuali melalui forum muktamar. Ia juga menolak permintaan mundur yang sebelumnya menjadi salah satu keputusan yang tertuang dalam risalah rapat harian Rais Syuriyah PBNU yang dikeluarkan pada 20 November 2025.

Posting Komentar

0 Komentar

Posting Komentar (0)
3/related/default